Rabu, 16 November 2016

Bermuamalah hanya dengan Allah SWT

Bermuamalah Hanya Dengan Allah Bukan Bermuamalah dengan Manusia

Ikhlas hanya bermuamalah dengan AllahBahagianya Orang yang Ikhlas

Sesungguhnya orang yang paling berbahagia adalah orang yang paling ikhlas. Semakin dia meningkatkan keikhlasannya, maka dia akan semakin berbahagia.
Bagaimana dia tidak berbahagia? Allah Subhanahu wa Ta’ala mengetahui kebaikannya, Allah mengetahui amalannya dan dia menyerahkan ibadahnya semata-mata hanya untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Seseorang di atas muka bumi ini bahagia kalau dia bisa dikenal oleh orang yang mulia. Dia dikenal oleh pejabat misalnya bupati, apalagi presiden. Lantas bagaimana jika yang mengenalnya adalah Rabbul’alamin, Pencipta dan Penguasa alam semesta ini? Yang jika menghendaki sesuatu hanya mengatakan, “Kun, fayakun”.

Orang yang ikhlas adalah orang yang paling bahagia

Suatu saat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berkata kepada Ubay bin Ka’ab, Abu Mundzir radhiallahu’anhu:
يَا أُبَيٍّ إِنَّ الله أَمَرَنِي أَنْ أَقْرَأَ عَلَيْكَ القرآن
“Wahai Ubay, sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan aku untuk membacakan Al-Qur’an kepadamu.”
Maka Ubay berkata:
هَلْ سَمَّانِي لك
“Rasulullah, apakah Allah menyebutkan namaku kepadamu?”
Kata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
سَمَّاكَ لي
“Ya, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menyebut namamu di hadapanku.”
فَجَعَلَ أُبَيٌّ يَبْكِي
Maka Ubay bin Ka’ab pun menangis.
Kenapa? Ubay menangis karena sangat gembira. Allah Subhanahu wa Ta’ala mengenalnya, Allah menyebut namanya.
Orang yang ikhlas, dia tahu bahwasanya Allah mengetahui amal ibadahnya. Meskipun mungkin orang lain tidak ada yang melihatnya. Mungkin orang lain tidak mempedulikannya, mungkin orang lain merendahkannya, tapi dia tahu dan yakin, bahwasanya apa yang dia lakukan, kebaikan yang dia lakukan diketahui oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Oleh karena itu, Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah dalam kitabnya “Al Wasaail Al Mufidah Lil Hayati Sa’iidah” (Kiat-kiat Untuk Meraih Kabahagiaan), beliau menyebutkan:
“Di antara hal yang bisa mendatangkan kebahagian yaitu seseorang tatkala sedang berbuat baik kepada orang lain, jangan dia menganggap sedang bermuamalah dengan orang tersebut, tetapi sedang bermuamalah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.”
Tatkala dia memberikan sumbangan kepada orang lain, tatkala dia memberikan bantuan uang kepada orang lain, dia ingat bahwasanya sekarang ini dia sedang bermuamalah dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala; Allah sedang melihat dia memberi sumbangan. Muamalah dia bukan dengan orang yang dia bantu, tapi muamalah dia dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sehingga jika perkaranya demikian, yang dia harapkan hanyalah pujian Allah Subhanahu wa Ta’ala, yang dia harapkan Allah mengetahui siapa dirinya.
Semakin dia ikhlas, semakin tidak ada orang yang mengetahui amalannya, Allah akan semakin mengetahui dia, Allah akan semakin mengenalnya, Allah akan semakin mencintainya. Oleh karenanya, dia tidak peduli dengan komentar orang-orang yang dia bantu, dia tidak perlu dengan komentar orang lain.
Dan syi’arnya sebagaimana orang-orang bertakwa yang Allah sebutkan dalam Al-Qur’an:
إِنَّمَا نُطْعِمُكُمْ لِوَجْهِ الله لَا نُرِيدُ مِنْكُمْ جَزَاءً وَلَا شُكُورًا
“Kami memberi makan kepada kalian karena Allah Subhanahu wa Ta’ala, muamalah kami dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala, bukan dengan kalian. Kami tidak butuh dari kalian terima kasih dan kami tidak butuh dari kalian balasan.” (QS. Al-Insaan: 9)
Inilah orang yang paling ikhlas, orang yang paling bahagia.
Adapun orang yang tidak ikhlas, dia senantiasa sibuk mendengar komentar orang lain tentang bagaimana amalan dia. Apakah dia dipuji, apakah dia dicela.
Tapi orang ikhlash, dia tidak peduli dengan perkataan orang lain, yang penting dia baik di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dia tahu bahwasanya pujian manusia tidak akan meninggikan derajatnya, dan dia tahu bahwa celaan manusia pun tidak akan merendahkan derajatnya, yang penting dia baik di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Benar-benar konsentrasinya untuk bermuamalah dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Karenanya, di antara 7 golongan yang akan Allah naungi pada hari kiamat kelak, ada dua orang yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebutkan tentang ciri khusus mereka, yaitu ikhlas.
Yang pertama, kata Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
رَجُلٌ تَصَدَّقَ بِ يَمِينِهِ فَأَخْفَاهَا حَتَّى لَا تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِينُهُ
“Seseorang yang dia berinfaq dengan tangan kanannya kemudian dia sembunyikan sampai-sampai tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diinfaqkan olah tangan kanannya.”
Dia bahagia tatkala dia tahu bahwasanya hanya Allah yang mengetahui amalannya. Dia tidak pedulikan komentar orang lain, bahkan dia sengaja menyembunyikan amalannya, agar yang mengetahui hanyalah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dia tidak butuh pujian orang lain.
Yang kedua, kata Nabi  shallallahu ‘alaihi wa sallam:
رَجُلٌ ذَكَرَ الله خَلَاءٍ فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ
“Seseorang yang tatkala dia mengingat Allah dalam bersendirian, maka kemudian matanya mengalirkan air mata.”
Orang ini, dia bersendirian dan dia begitu merasakan kelezatan tatkala mengingat Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan tatkala mengagungkan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dia seakan-akan sedang berbicara langsung dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala, sehingga dia pun menangis meskipuntidak ada yang melihatnya; dia mengeluarkan air mata kebahagiaan. Kenapa? Karena Allah mengetahui tangisannya; Allah mengetahui dia mengagungkan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Bahkan di antara tafsiran para ulama: “Demikian pula seseorang yang tatkala di hadapan orang banyak, namun saking ikhlasnya, dia bisa mengkondisikan dirinya seakan-akan dia sedang sendirian.”
Kenapa? Karena dia tidak mempedulikan komentar orang lain. Sehingga dia tetap menangis meskipun di hadapan banyak orang. Dia yakin sedang bermuamalah dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sehingga meskipun di hadapan banyak orang, dia tetap menangis karena mengagungkan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Anda akan bahagia jika anda mengikhlashkan amalan ibadah Anda hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Adapun jika Anda kemudian sibuk dengan komentar orang lain, sibuk dengan pujian orang lain atau sibuk dengan cercaan orang lain, maka anda tidak akan pernah bahagia. Karena tidak mungkin ada seorang pun yang akan dipuji oleh semua orang, tidak mungkin, mustahil. Betapapun baiknya anda, pasti ada yang memuji dan pasti ada yang mencela.
Allah Subhanahu wa Ta’ala, Rabbul ‘ālamīn, Pencipta alam semesta ini tidak selamat dari celaan ciptaan-Nya, seperti orang-orang yahudi yang mengatakan bahwasanya:
يَدُ الله مَغْلُولَةٌ
“Tangan Allah terbelenggu,”
Mereka juga mengatakan:
إِنَّ الله فَقِيرٌ وَنَحْنُ أَغْنِيَاءُ
“Sesungguhnya Allah miskin dan kamilah yang kaya.”
Allah Subhanahu wa Ta’ala saja tidak selamat dari cercaan makhluknya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang memiliki akhlak super mulia pun tidak selamat dari cercaan kaumnya. Bagaimana dengan kita? Bagaimana dengan Anda? Tentunya, mengharapkan keridhaan seluruh manusia adalah sesuatu yang mustahil, sebagaimana perkataan Imam Syafi’iy rahimahullah:
رضا الناس غاية لا تدرك
“Bahwasanya mencari keridhaan manusia adalah suatu hal yang mustahil (tujuan yang mustahil) untuk diraih.”
Karenanya, ikatkan hati Anda hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Yakinlah bahwasanya saat Anda sedang bermuamalah dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka Anda akan bahagia karena Allah yang akan membahagiakan Anda dan Anda tidak akan memperdulikan komentar manusia.
Wallahu Ta’ala a’lam bish shawwab.
***